TEGAL – Anak-anak adalah masa depan, cikal bakal kemajuan bangsa ditentukan generasi sekarang, yang dapat menentukan Indonesia akan seperti apa dibangun dari anak-anak sekarang.
Kasus kekerasan terhadap anak yang berulang terjadi di masyarakat merupakan alarm akan kelemahan besar bangsa ini dalam melindungi aset masa depan. Pemerintah kota Tegal dalam hal ini memiliki kepedulian besar pada perlindungan anak. Berdasarkan data jumlah presentasi dari PPA (Perlindungan Perempuan dan Anak) Kota Tegal, dilihat dari tahun 2011 ke 2016 cenderung menurun, kasus kekerasan pada anak tahun 2015 berjumlah 15, tahun 2016 berjumlah 8, untuk kekerasan pada orang dewasa tahun 2015 berjumlah 14 tahun 2016 turun 11 kasus. Korban kekerasan anak pada tahun 2015 berjumlah 20 pada tahun 2016 turun 8 orang, sedang pada tahun 2015 jumlah korban 14 orang, tahun 2016 turun 11 orang.
Seperti yang dikatakan oleh Siti Cahyani, S.Sos, M.Si selaku Ketua Pusat Pelayanan Terpadu Penanganan Korban Kekerasan terhadap Perempuan dan Anak (PPT PUSPA), “Trend kasus kekerasan terhadap anak yang ada di kota Tegal terbanyak adalah tawuran antar pelajar, yang kedua merupakan pelecehan seksual. PPT memberikan advokasi, pendampingan, dan kegiatan perlindungan anak. Program yang dicanangkan dari PPT (Pusat Pelayanan Terpadu) melalui tindakan preventif, karena kegiatannya preventif, yang paling kita utamakan adalah sosialisasi tentang perlunya perlindungan, perlunya stop kekerasan terhadap perempuan dan anak.”
Berbagai tindakan dilakukan PPT untuk mengurangi adanya tindak kekerasan yang dapat menghambat masa depan anak, mulai dari tindakan preventif hingga kuratif. Kegiatan preventif berupa sosialisasi yang biasa dilakukan melalui siaran radio, pembagian leaflet, dan kemudian sosialisasi ke berbagai sekolah yang ada di kota Tegal. Lain halnya dengan upaya kuratif yaitu berupa pendampingan. Pendampingan yang dilakukan terhadap korban anak maupun terhadap pelaku.
“Kita berharap semakin banyak kasus yang dilaporkan bukan sebagai tanda semakin banyak terjadinya kasus, tetapi semakin banyak yang dilaporkan itu adalah karena semakin sadarnya kita untuk melaporkan kejadian kekerasan yang dialami oleh orang-orang yang berada di sekitar kita”, ungkapnya.
Adanya pelaporan kasus terhadap kekerasan mencerminkan kepedulian terhadap perlindungan dan masa depan anak. Namun jika tidak adanya kasus yang dilaporkan, terkadang di karenakan kurangnya pengetahuan dan kesadaran terhadap perlindungan anak, kultur dari masyarakat yang masih belum mau untuk terbuka, serta sikap apatisme sosial masyarakat terhadap kondisi di sekitar. Oleh karena itu, mulailah dari diri sendiri untuk peka dan sadar terhadap lingkungan sekitar.
“Stop kekerasan terhadap perempuan dan anak. Dari empat hak dasar yang harus dipenuhi untuk anak, hampir seluruhnya kita sudah berupaya untuk memberikan hak kepada anak, dan yang lebih di dorong lagi kita membutuhkan pemenuhan hak partisipasi terhadap anak. Jadi kedepan, kami ingin anak betul-betul terlindungi, perempuan juga terlindungi. Kemudian kekerasan yang sekarang menjadi isu nasional stop terjadi di Kota Tegal. Tidak ada lagi kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak”, tambahnya. (Ulima qais)