Begini Penjelasan BMKG tantang Aphelion dan Suhu Dingin
TEGAL-Prakirawan Cuaca Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Kota Tegal, Hendy Andriyanto, mengatakan saat ini Kota Tegal dan sekitarnya telah memasuki musim kemarau. Sehingga suhu dingin yang terjadi karena dalam beberapa hari terakhir di wilayah Indonesia, khususnya Jawa, Bali, NTB, dan NTT kandungan uap di atmosfer cukup sedikit.
Sehingga penyebab suhu udara dingin bukan karena aphelion. Banyak tersiar kabar di tengah masyarakat, kemarin (6/7) bahwa suhu udara di wilayah Indonesia akan mengalami penurunan drastis akibat fenomena aphelion.
Informasi tersebut tersebar dengan sangat cepat dan cukup meresahkan masyarakat. Sebenarnya fenomena aphelion ini adalah fenomena astronomis yang terjadi setahun sekali pada kisaran bulan Juli.
“Pada waktu yang sama, secara umum wilayah Indonesia berada pada periode musim kemarau. Hal ini menyebabkan seolah aphelion memiliki dampak yang ekstrem terhadap penurunan suhu di Indonesia”, kata Hendy, Minggu (7/7).
Musim kemarau, Hendy menjelaskan, terlihat dari tutupan awan yang tidak signifikan selama beberapa hari terakhir. Secara fisis, uap air dan air merupakan zat yang cukup efektif dalam menyimpan energi panas.
Rendahnya kandungan uap di atmosfer ini menyebabkan energi radiasi yang dilepaskan oleh bumi ke luar angkasa pada malam hari tidak tersimpan di atmosfer dan energi yang digunakan untuk meningkatkan suhu atmosfer di atmosfer lapisan dekat permukaan bumi tidak signifikan.
“Inilah yang menyebabkan suhu udara di Indonesia saat malam hari di musim kemarau relatif lebih rendah dibandingkan saat musim hujan atau peralihan”, terang Hendy.
Selain itu, kata Hendy, pada bulan Juli ini wilayah Australia berada dalam periode musim dingin. Sifat dari massa udara yang berada di Australia ini dingin dan kering. Adanya pola tekanan udara yang relatif tinggi di Australia menyebabkan pergerakan massa udara dari Australia menuju Indonesia (dikenal dengan istilah Monsoon Dingin Australia) semakin signifikan.
“Sehingga berimplikasi pada penurunan suhu udara yang cukup signifikan pada malam hari di wilayah Indonesia khususnya Jawa, Bali, NTB, dan NTT”, pungkas Hendy.