Diskusi UU Omnibus Law, Apeksi Soroti Penataan RTRW Oleh Pemerintah Pusat
Dalam UU Cipta Kerja, Pemerintah Pusat berwenang menetapkan Norma, Standar, Prosedur, dan Kriteria (NSPK) untuk penyelenggaraan penataan ruang. Penataan ruang oleh pemerintah daerah harus mengacu pada NSPK yang telah dibuat pemerintah pusat.
Persolan ini menjadi perhatian beberapa Kepala Daerah dalam Dialog Nasional Para Walikota APEKSI: Pemulihan Ekonomi dan Investasi Daerah yang mengangkat tema ”Apa Kabar UU Omnibus Law”, yang dilaksanakan secara virtual, Senin (3/5).
Dialog dipimpin langsung Ketua Asosiasi Pemerintah Kota Seluruh Indonesia (APEKSI) sekaligus Walikota Bogor Bima Arya didampingi Wakil Ketua, Walikota Semarang Hendar Prihadi dan Anggota Dewan Pengawas, Walikota Tangerang.
Wali Kota Tegal, Dedy Yon Supriyono hadir dalam acara tersebut bersama Sekretaris Daerah Kota Tegal, Johardi dan Asisten Pemerintahan dan Kesejahteraan Rakyat, Imam Badarudin serta Kepala Badan Perencanaan, Pembangunan dan Pengembangan Daerah, Gito Musriyono.
Wali Kota Tanggerang, Arief Rachadiono Wismansyah mengawali diskusi dengan menyoroti kewenangan Pemerintah Pusat dalam menetapkan NSPK sebagai acuan dalam penyelenggaraan penataan ruang, sementara kebutuhan aturan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) di daerah begitu Dinamis. Ia berharap Pemerintah Pusat bisa memberikan fleksibilitas kewenangan kepala daerah untuk mengaturnya.
Ia mencontohkan, di daerahnya sudah ada area di RTRW untuk jalan tol, namun demikian sampai saat ini tidak adanya kejelasan terkait pelaksanaan pembangunan jalan tol diarea tersebut, disisi lain daerah tidak bisa memanfaatkan area tersebut karena perubahan RTRW harus merujuk pada penetapan NSPK oleh Pemerintah Pusat.
Wali Kota Bogor juga menyoroti hal serupa, ia menyampaikan Kementerian Investasi harus bisa menjadi integrator dari berbagai lintas aplikasi kementerian.
Menurutnya, kunci investasi adalah memastikan kesesuaian antara Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) dan kajian lingkungan hidup strategis.
“Bagaimana mungkin kemudian KKPR (Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang) bisa terbit ketika revisi RTRW terhambat dan sebagian besar daerah masih kesulitan digitalisasi. Kementerian harus memahami reality di daerah. Tidak mudah melakukan digitalisasi ketika ahli planologi dan GIS langka di daerah,” ujar Wali Kota Bogor.
Ia berharap Pemerintah Pusat bisa mendorong segera di selesaikannya regulasi turunan aturan yang harus berubah setelah disahkan UU Omnibus Law.