TEGAL – Pemahaman tentang gratifikasi sebagai salah satu akar terjadinya praktek korupsi, terus diupayakan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) RI. Upaya tersebut bertujuan untuk memberantas praktek korupsi di Lingkungan Pemerintah Daerah (Pemda).
Dalam prakteknya gratifikasi merupakan salah satu penyebab rusaknya sistem pelayanan publik yang selama ini sudah dibangun dengan baik oleh Pemerintah. Oleh sebab itu, gratifikasi perlu dikendalikan dengan memberikan pemahaman kepada penyelenggara negara melalui sosialisasi.
Hal tersebut disampaikan Ketua Tim Satgas Program Pengendalian Gratifikasi dan Pelayanan Publik, Chrisna Adhitama, saat menjadi pemateri dalam Sosialisasi Pengendalian Gratifikasi di Lingkungan Pemerintah Kota Tegal yang berlangsung di Ruang Adipura Kompleks Balai Kota Tegal, Selasa (30/03/2021).
Chrisna menyampaikan bahwa, Pemda saat ini sedang berlomba-lomba dalam peningkatan pelayanan publik. Di sisi lain adanya gratifikasi yang diawali dengan pemberian sebagai bentuk ucapan terima kasih, kemudian berkembang menjadi sebuah kebiasaan. Pada kondisi tersebut menjadi awal gratifikasi mulai merusak sistem dan prosedur pelayanan publik di Pemda.
“Di awali dengan pemberian sebagai bentuk ucapan terima kasih, dalam prakteknya gratifikasi merupakan salah satu penyebab rusaknya pelayanan publik yang selama ini sudah dibangun dengan baik oleh Pemda,” tutur Chrisna.
Lebih jauh Chrisna menjelaskan bahwa tidak semua gratifikasi itu merupakan tindak pidana. Sebab gratifikasi dalam arti luas adalah pemberian yang bersifat netral. Namun dalam pelaksanaannya gratifikasi yang diberikan kepada penyelenggaran negara dengan tujuan tertentu, dan inilah yang menurutnya merupakan tindak pidana.
“KPK tidak membatasi gratifikasi yang bersifat adat atau budaya yang sudah ada, namun gratifikasi dilarang apabila pemberian sudah ditujukan kepada orang tertentu kaitannya dengan jabatan penerima gratifikasi,” jelas Chrisna.
Agar gratifikasi yang diterima oleh penyelenggara negara tidak rancu keberadaanya, Chrisna menyarankan agar penerima gratifikasi melaporkan gratifikasi ke KPK. Pihakanya akan melakukan penilaian dan menetapkan apakah gratifikasi ditetapkan sebagai milik penerima atau ditetapkan dan diamankan untuk negara.
Dengan melaporkan gratifikasi tersebut kepada KPK, menurutnya akan memberikan keamanan kepada penerima, dan sesuai aturan sanksi tidak berlaku bagi penerima.
Di sisi lain Chrisna mencontohkan, ada beberapa kreteria gratifikasi yang tidak perlu dilaporkan ke KPK seperti pemberian sesama keluarga, sepanjang tidak memiliki konflik kepentingan, keuntungan karena investasi, bunga deposito, deviden saham, SHU dari kepesertaan Koperasi, seminar kit, hadiah dalam rangka promosi, penerimaan hadiah beasiswa atau tunjangan karena prestasi kerja, kompensasi profesi di luar kedinasan (honorarium, transportasi akomodasi) dan gratifikasi semacamnya.
Wali Kota Tegal, H. Dedy Yon Supriyono dalam sambutannya yang dibacakan oleh Sekretaris Daerah Kota Tegal, Johardi, menyambut baik sosialisasi terkait gratifikasi dengan KPK menjadi narasumber langsung. “Giat ini diharapkan dapat memberikan pencerahan dan pemahaman yang benar tentang gratifikasi,” harap Wali Kota.
Terkait dengan pelayanan publik, Wali Kota menjelaskan bahwa pihaknya ingin agar masyarakat memiliki kepercayaan terhadap Pemerintah Kota Tegal dengan mendapatkan pelayanan publik yang baik, berkualitas dan memuaskan kerena tidak ada lagi gratifikasi, uang pelicin, suap dan lainnya.
Ia menghimbau kepada pimpinan instansi mampu memberikan contoh dalam penerapan pengendalian gratifikasi di lingkungannya masing-masing secara berkesinambungan. Khususnya dalam melaksanakan pelayanan kepada masyarakat. Menurut Wali Kota, semua harus melakukan pengendalian gratifikasi, meskipun tidak mudah. Namun Wali Kota menghimbau agar selalu membiasakan agar Pemerintah Kota Tegal bersih dari tindakan korupsi kolusi dan nepotisme. (*)