Agus Noor Pulang Kampung, Ia Berbagi Cerita Terkait Sastra
Tegal – Spasi Creative Space menggelar kegiatan Ngbrol Bareng Agus Noor, Jum’at (22/2) malam di Jalan Sawo Barat No. 46 Kraton Tegal Barat. Ngbrol Bareng Agus Noor adalah kegiatan diskusi dan sharing terkait Sastra, Hidup dan Menghidupi.
Agus Noor yang dikenal sebagai sastrawan nasional dan juga seorang sutradara pertunjukan teater membagikan pengalaman hidupnya selama menggeluti dunia sastra dan kesenian. Satrawan kelahiran Tegal itu sudah menulis cerita pendek (cerpen) sejak SMA. Saat itu karya-karya cerpen Agus Noor memuat kisah-kisah percintaan untuk dikirimkan ke majalah-majalah remaja.
Hobi menulis cerpen dan membaca buku-buku sastra sudah tumbuh saat duduk di bangku SMP, , beliau juga membagikan pengalamannya bagaimana kecintaanya didunia sastra.
‘’Saya masih ingat betul bagaimana saat SMP lebih suka membaca buku di perpustakaan sekolah, koleksi-koleksi buku sastra saat itu sangat lengkap.’’ ujar Agus Noor
Agus Noor juga membagikan cerita bagaimana dirinya pernah menyambangi Piek Ardijanto Soeprijadi saat SMP bersama ayahnya di Jalan Marpangat Kota Tegal.
‘’Ketika saya membaca buku sasrawan angkatan 66, saya melihat ada nama Piek Ardijanto Soeprijadi asal Tegal, karya-karya beliau memukau saya. Dan dari saat itu saya ingin bertemu dengan Pak Piek. Saya pun menyampaikan kepada orang tua saya agar saya dipertemukan dengan Pak Piek. Dan akhirnya saya bertemu dengan Pak Piek di rumahnya. Saat itu saya kelas 2 SMP, ketika itu saya menyampaikan bahwa sastra suka sastra, sontak Pak Piek menyarankan agar saya belajar di Yogyakarta,’’ papar Agus Noor.
Nampaknya pertemuan dengan Piek Ardijanto Soeprijadi makin memicu kecintanaanya di dunia sastra, hingga saat SMA dan perguruan Tinggi, Agus Noor menimba ilmu di Yogyakarta.
Bagi Agus Noor, membaca dan menulis sudah menjadi rutinitas. Ada waktu-waktu tertentu dimana dirinya harus membagi waktu untuk membaca dan menulis. Dalam setiap hari saja minimal ia harus membaca buku selama dua jam atau ada waktu khusus yang orang tidak bisa mengganggu dirinya dalam proses menciptakan karya.
‘’Dulu waktu masih mahaiswa saya menargetkan dalam satu bulan ada tiga puluh cerita yang saya tulis, hampir setiap hari menulis. Dan sampai saat ini dalam satu bulan saya sempatkan ada empat hasil karya tulisan saya,’’ ujarnya.
Sekitar tahun 1990an menjadi periode awal Agus Noor menjadi produktif karena berbagai cerpen karyanya hampir setiap Minggu karya cerpennya muncul di koran.
‘’Pada saat itu, saya masih menganggap menulis sebagai kesenangan- sebuah upaya membebaskan saya dari pikiran-pikiran ganjil. Saya kemudian selalu menyebut ini sebagai terapi; menulis adalah kebebasan diri dari kegilaan. Sampai kemudian cerpen berjudul Kecoa muncul di salah satu surat kabar ternama. Begitu saya tahu saya nembus koran tersebut, saya merasa yakin bahwa saya ‘’bisa hidup’’ sebagai penulis,’’ ungkap Agus.
Bagi Agus Noor melalui sastra bukan berarti dapat hidup secara material saja, namun sastra dapat hidup di tengah-tengah masyarakat. Ada fungsi dan manfaat yang diperoleh masyarakat dengan adanya karya sastra.
Direktur Program Spasi Creative Space, Wicaksono Wisnu Legowo menuturkan kegiatan pulang kampung adalah salah satu program dari Spasi Creative Space yang mendatangkan orang-orang asli Tegal dari berbagai disiplin ilmu yang sudah mumpuni namun berdomisili di luar Tegal.
‘’Kegiatan ini diharapkan bisa mengenal lebih dekat orang-orang Tegal yang sukses diberbagai bidang, seperti malam hari ini (22/2) kami menghadirkan Agus Noor, tokoh sasra nasional yang karyanya tidak diragukan lagi dan mampu mengemas sebuah pementasan teater dengan gaya yang menarik. Tentu kami berharap orang-orang itu bisa membuka hati dan pikiran kita, supaya kita yang tinggal di Tegal ini tidak seperti katak dalam tempurung,’’ ujar Wisnu
Ngbrol bareng Agus Noor malam itu makin akrab karena beberapa seniman pentolah Tegal turut hadir disekelliling Agus Noor, sebut saja Yono Daryono, Eko Tunas, Bontot Sukandar, Zaenal Abidin MK, Rudi Iteng, Ubaidilllah dan kaum milenial yang menggandrungi karya Agus Noor.
Sumber Foto: Nur Choliq